Kamis, 28 Agustus 2014

Makalah Kerajaan Banten



Kerajaan Banten

Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam.
Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vazal dari kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar “Sultan” [ada tahum 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dnegan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles.
B.           Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Banten terletak di pesisir Selat Sunda dan merupakan pintu gerbang yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Posisi Kerajaan Banten yang sangat strategis ini banyak menarik perhatian Kerajaan Demak untuk menguasainya.
C.           Kehidupan Politik
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini. Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia. Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1.      Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2.      Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan pedagang lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3.      Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten.
4.      Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel. Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5.      Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Kerajaan Banten terletak di ujung Pulau Jawa, yaitu daerah Banten sekarang. Daerah Banten berhasil direbut dan diislamkan oleh Fatahillah dan berkembang sebagai bandar perdagangan dan pusat penyebaran Islam.
Faktor-faktor pendukung berkembangnya Banten sebagai pusat kerajaan dan pusat perdagangan antara lain sebagai berikut.
1.      Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memiliki syarat sebagai pelabuhan yang baik.
2.      Kedudukan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam semakin ramai sejak Portugis berkuasa di Malaka.
3.      Banten memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadikan daya tarik yang kuat bagi pedagang-pedagang asing.
4.      Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang-pedagang mencari jalan baru di Jawa Barat di samping Cirebon.
Karena beberapa faktor diatas,  saat Portugis di Malaka mendorong Banten untuk membuat pelabuhan di tepi Selat Sunda dan Teluk Banten, pelabuhan ini dipakai untuk ekspor lada yang akan dikirim ke luar negeri. Untuk menambah ekspor lada, maulana Yusuf melakukan penaklukan ke Lampung. Dengan ditaklukannya Lampung sebagai penghasil lada terbesar mampu meningkatkan ekspor ke luar negeri dan meningkatkan perekonomian.


Sejak daerah Banten disilamkan oleh Fatahillah, kehihidupan sosial masyarakat secara perlahan mulai berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Bahkan pengaruh Islam semakin berkembang ke daerah pedalaman setelah Kerajaan dapat mengalahkan Kerajaan Hindu Pajajaran. Pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir sebagai suku baduy. Kepercayaanya disebut Pasundan Kawitan, artinya pasundan yang pertama. Selama Hasanuddin berkuasa, Banten mengalami perkembangan yang pesat. Banten menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa. Pada masa inilah Banten melepaskan diri dari Demak, menjadi kerajaan merdeka. Maka dari itu, Hasanuddin lalu dianggap sebagai pendiri dan raja pertama Banten. Kekuasannya meliputi daerah Priangan (Jawa bagian barat), Lampung, hingga Sumatera Selatan. Di bawah pemerintahannya Banten berkembang pesat dan banyak dikunjungi pedagang-pedagang asing dari Gujarat, Persia, Cina, Usmani, Pegu (Myanmar), dan Keling.
Hasanuddin mempelopori pembangunan Istana Surosowan. Yang masih tersisa sekarang hanyalah benteng yang mengelilingi wilayah seluas 4 ha dan berbentuk presegi panjang. Ketinggian tembok benteng ini berkisah antara 0,5 hingga 2 meter dengan lebar sekitar 5 meter. Dahulu benteng ini dikelilingi parit pertahanan. Tembok benteng dan gerbangnya ini dibangun pada masa Maulana Yusuf. Bagian yang tersisa dari istana ini selain benteng, adalah tempat pemandian, kolam, dan taman. Sementara itu, para sultan Banten bertempat tinggal di Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya. Kaibon ini berlokasi tak jauh dari Surosowan. Sayang, pada tahun 1832 keraton ini dibongkar oleh Belanda. Selain keraton, di Banten pun terdapat Benteng Speelwijk yang direbut dari VOC oleh pasukan Banten ketika terjadi peperangan antarkedua pihak tersebut.
Masyarakat yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap terpacu berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina serta keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat. Adapun warisan kehidupan budaya masyarakat Kesultanan Banten yang sampai sekarang ini masih mendarah daging di masyarakat, diantaranya yaitu :
1.      Debus
Debus merupakan bentuk permainan yang diciptakan untuk menguji ketabahan dan keimanan para prajurit Banten (Sri Sutjiatiningsih, 1995:156). Namun pada masa Sul tan Hasanuddin berkuasa, kesenian debus mulai digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha dalam rangka penyebaran Agama Islam.
2.      Silat Bandrong
Kerajaan Banten sangat membutuhkan orang – orang yang gagah berani,kuat dan banyak ilmunya. Seperti Ki Sarap untuk menghadapi musuh yang lebih besar lagi, hal ini jelas Ki Sarap lebih kuat dengan berhasilnya dia mengalahkan Ki Semar yang saat itu menjabat Senopati Banten. Selanjutnya Ki Sarap dipanggil mengh adap Sultan Maulana Hasanudin dan dijelaskan oleh sultan bahwa hukuman Ki Sarap diberi tugas untuk menggantikan Ki Semar sebagai senopati Kesultanan Banten dengan syarat harus mau melalui ujian ketangkasan yaitu menembak anting – anting ( gegombel ) tudung permaisuri Sultan tanpa melukainya sedikitpun. Persyaratan tersebut diterima oleh Ki Sarap, walaupun dia tahu resikonya sangat tinggi mengingat dia bukanlah seorang ahli dalam hal menembak.
3.      Tradisi Panjang Mulud
Panjang mulud adalah tempat untuk membawa makanan yang biasa dipajang saat perayaan Maulid Nabi. Tradisi panjang mulud konon diwariskan sejak zaman Sultan Ageng Tirtayasa pada era Kesultanan Banten. Bentuk panjan g mulud sesuai dengan kreativitas pembuatnya. Ada yang berbentuk kapal, rumah, burung dan bentuk lainnya. Berikut gambar dari tradisi panjang mulud: (Raddien:2013)
4.      Bahasa
Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa oleh Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya, Hasanuddin, berbarengan dengan penyebaran agama Islam. Dalam kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan bahasa Jawa itu saling mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa Jawa dengan dialek tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri. Artinya, bahasa Jawa lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa Sunda juga terputus dengan pengembangannya di Priangan sehingga membentuk bahasa sunda dengan dialeknya sendiri pula.
Bahasa Jawa yang pada permulaan abad ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan menjadi bahasa resmi keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di daerah-daerah. Sesungguhnya pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan bahasa Jawa dapat berkembang dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan demikian lambat laun pengaruh keraton telah membentuk masyarakat berbahasa Jawa. Pada akhirnya, bahasa Jawa Banten tetap berkembang meskipun keraton tidak ada lagi. Pada perkembangan sekarang, bahasa Jawa Banten ternyata juga dipengaruhi oleh bahasa Indonesia; mungkin demikian seterusnya, tetapi bahasa ini akan tetap ada sesuai dengan keberadaan pendukungnya.
5.      Sistem Pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagian atau berguna sebagai salah satu unsur kebudayaan Banten, misalnya pengetahuan tentang alam semesta. Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang alam semesta, orang Banten beranggapan bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang dititipkan kepada Sultan yang berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti Pangeran itu mempunyai kekuatan yang luar biasa yang sebagian kecil dari kekuatannya itu diberikan kepada manusia melalui pendekatan diri. Yang mengetahui formula-formula pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan itu adalah para Sultan dan para Wali, karena itu Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian Sultan dan para wali itu dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru atau mengabdi kepada wali tersebut. Pengetahuan yang berakar pada alam semesta tersebut masih ada sampai kini sehingga teridentifikasi dalam pengetahuan magis. Mungkin dalam perkembangan kelak tidak bisa diprediksi menjadi hilang, bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama dengan sistem atau pengetahuan yang lain.
6.      Organisasi Sosial
Pada awal di jaman Kesultanan, lapisan atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan keluarganya/keturunannya sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para pejabat kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa. Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya kesultanan, yang sebagian peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam stratifikasi sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu berpindah kepada kelompok lain, maka berpindah pulalah lapisan itu.
7.      Sistem Religi
Agama Islam sebagai agama resmi keraton dan keseluruhan wilayah kesultanan, dalam upacara-upacaranya mempunyai sistem sendiri, yang meliputi peralatan upacara, pelaku upacara, dan jalannya upacara. Misalnya dalam upacara Shalat, ada peralatan-peralatan seperti masjid, bedug, tongtong, menara, mimbar, mihrab, padasan (pekulen), dan lain-lain. Demikian pula ada pelakunya, dari sejak Imam, makmum, tukang Adzan, berbusana, dan lain-lain, sampai kemudian tata cara upacaranya. Di jaman kesultanan, Imam sebagai pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan sendiri yang pada transformasinya kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada perubahan dengan tidak ada sultan, maka upacara agama berpindah kepemimpinannya kepada kiyai. Perkembangan selanjutnya bisa jadi berubah karena transformasi peranan yang terjadi.
8.      Kesenian
Ada tanda-tanda kesenian Banten yang  merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni itu sendiri. Arsitektur rumah adat yang mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai privasi, yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap panggung, dan tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik. Kesenian tradisional yang ada, pada umumnya berkembang secara turun temurun yang tidak terlepas dari nafas keagamaan dan perjalanannya tidak terlepas pula dari pengaruh agama Islam maupun agama lainnya. Dalam masa kesultanan Banten, pengaruh islam cukup kuat, sehingga mempengaruhi dalam perkembangan kesenian tradisional di Kabupaten Serang sedikit demi sedikit kesenian tradisional sebagai peninggalan nenek moyang, disisipkan ajaran-ajaran islam, hal ini karena merupakan salah satu sarana yang cukup potensial dalam menyebarkan agama islam. Khususnya di Kabupaten Serang sangat menyukai irama padang pasir dan berirama Arab, pengaruh kesenian Arab itu tidak saja di bidang seni suara, tetapi juga dibidang seni lainnya (Sri Sutjiatiningsih,1995:154).
9.      Wayang
Di tanah Jawa termasuk Banten Kabupaten Serang masyarakatnya masih gemar terhadap pertunjukkan wayang, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para wali atau sultan dijadikan media dakwah atau sarana komunikasi. Pu jangga Islam telah memeras otak mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran islam antara lain “Jimat Kalima Sada” atau  jimat dua kalimat syahadat (Sri Sutjiatiningsih,1995:155).
10.  Terbang Gede
Terbang gede merupakan suatu kesenian tradisional di daerah Banten dan merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang pada waktu para penyebar agama aru dikalangan masyarakat Banten pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pada masa itu kesenian terbang gede digunakan sebagai seni media dakwah , penyebaran agama islam. Seni terbang gede bernafaskan agama, hal ini terlihat dari lagu-lagu yang dibawakan kebanyakan berbahasa Arab (Sri Sutjiatiningsih, 1995:160).






Pengaruh besar yang diberikan oleh Islam melalui Kesultanan dan para ulama serta para mubaligh Islam di Banten seperti yang telah disaksikan sekarang ini, menunjukkan betapa besar arti Islam dan peranan penyebar-penyebarnya baik melalui jalur politik, pendidikan, kebudayaan dan ekonomi dimasa lampau. Peninggalan sejarah yang amat berharga ini nampaknya akan selalu menarik untuk di teliti dan di kaji terutama di kalangan ahli sejarah dan ilmuwan lainnya. Di samping karena sejarah pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Banten, belum banyak diteliti secara tuntas, sehingga masih banyak hal-hal penting yang perlu di kaji dan di pelajari secara mendalam dam menyeluruh.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar