Perhatikan Peta Letak Kerajaan Islam di
Nusantara berikut ini !!


Tahukah
kamu kapan dan bagaimana proses Islamisasi di tanah Jawa? Islam masuk ke Jawa
melalui pesisir utara Pulau Jawa. Bukti sejarah tentang awal mula kedatangan
Islam di Jawa antara lain ialah makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang
wafat tahun 475 H atau 1082 M di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat
dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu
dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik
Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H
atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan makam Islam
kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 . Diperkirakan makam-makam ini ialah
makam keluarga istana Majapahit. Berdasarkan informasi ini, tentu kamu dapat
mengambil kesimpulan bahwa Islam itu sudah lama masuk ke Pulau Jawa, jauh
sebelum bangsa Barat menjejakkan kaki di pulau ini. Untuk lebih jelasnya
marilah kita paparkan sekelumit kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa.
1.
Kondisi
Sistem Pemerintahan Kerajaan Islam di Jawa
Pada dasarnya peristiwa
sejarah merupakan peristiwa yang sifatnya berkelanjutan (continuity), maksudnya adalah peristiwa yang terjadi pada saat ini
tidak bisa terlepas dari peristiwa lalu dan merupakan kelanjutan dari cara-cara
lama. Hal ini bisa kita lihat juga pada perkembangan Kerajaan Islam yang ada di
Indonesia. Mengapa demikian, karena pada dasarnya beberapa kondisi/sistem yang
ada pada masa kerajaan Islam, juga merupakan kelanjutan dari sistem yang ada
pada masa kerajaan sebelumnya, yakni kerajaan Hindu-Budha.
Pada zaman
Hindu-Budha pusat kekuasaan adalah raja sehingga raja dianggap sebagai titisan
dewa. Demikian juga pada zaman Islam, pola tersebut masih berlaku hanya dengan
corak baru. Raja tetap sebagai penguasa tunggal karena dianggap sebagai
khalifah, segala perintahnnya harus dituruti. Islam sendiri masuk ke Pulau Jawa
sudah jauh sebelum kerajaan Islam, dalam hal ini Demak sebagai kerajaan pertama
Islam di Jawa berdiri. Seiring dengan perkembangan Islam yang begitu pesat,
mulai munculah kerajaan-kerajaan Islam yang lain seperti Pajang, Mataram,
Cirebon, Banten yang pada umumnya tidak begitu lama umur kejayaannya. Salah
satu faktor yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di
Nusantara dan Jawa khususnya adalah perang saudara dan seiring dengan masuknya
Bangsa Barat seperti Portugis dan Belanda yang ikut campur dalam perpolitikan
di dalam kerajaan untuk mengambil keuntungan dari hal itu. Beberapa kerajaan
besar di Jawa yang cukup besar membawa pengaruh bagi kehidupan masa itu dan
masa kini antara lain:
a.
Kerajaan
Demak (1500 – 1550)
Raja pertama
dan pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah (1500-1518). Pada masa
pemerintahanya, wilayah kekuasaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu,
Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa pemerintahanya
dibangun Masjid Agung Demak yang pembangunannya dibantu para wali dan sunan.
Pengganti Raden Patah adalah Pati Unus yang memerintah dari 1518-1521. Masa
pemerintahan Pati Unus tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai
panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka.
Kerajaan
Demak mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Trenggono.
Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Penguasaan terhadap daerah itu bertujuan untuk menggagalkan terjalinya
hubungan antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis. Akhirnya armada Portugis
dapat dihancurkan oleh armada Demak dan nama Sunda Kelapa diganti menjadi
Jayakarta.
Kerajaan
Demak mulai mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Sultan Prawoto karena
terjadinya perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dengan Arya Panangsang.
Arya Panangsang adalah bupati Demak yang merasa lebih berhak atas tahta
Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah
dengan terbunuhnya Sunan Prawoto dan Pangeran Hadiri. Konflik berdarah ini
akhirnya berkembang menjadi perang saudara. Dalam perang tersebut, Arya
Panangsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir
(menantu Sultan Trenggono). Jaka Tingkir menjadi Raja Kerajaan Demak ke daerah
Pajang.
b.
Kerajaan
Banten
Raja pertama
(pendiri) Kerajaan Banten adalah Hasanuddin. Pada masa pemerintahanya penyiaran
agama islam dan perdagangan di Banten berkembang pesat. Hasanuddin juga
menjalin persahabatan yang erat dengan Kerajaan Indrapura di Sumatra. Hubungan
diplomatik ini diperkuat melalui pernikahan politik antara Hasanuddin dengan
putri raja Indrapura.
Pengganti
Raja Hasanuddin adalah Panembahan Yusuf (1570-1580). Panembahan Yusuf masih
berusaha memperluas wilayah Banten sekaligus menyebarkan agama Islam. Dia
menyerang Pajajaran yang merupakan Benteng terakhir Kerajaan Hindu di Pulau
Jawa. Dengan demikian, terbuka kesempatan bagi Banten untuk menyebarkan agama
Islam di daerah Jawa Barat.
Banten juga
melakukan serangan terhadap Kerajaan Palembang pada masa pemerintahan Maulana
Muhammad. Palembang akan dijadikan sebagai batu loncatan untuk menguasai bandar
di pesisir Selat Malaka. Palembang tidak berhasil dikuasai dan bahkan Maulana
Muhammad tewas dalam pertempuran tersebut.
Pengganti
Maulana Muhammad adalah Abu Mufakir. Namun berita tentang Raja Abu Mufakir
tidak banyak diketahui, kecuali berita tentang kedatangan orang Belanda untuk
pertama kalinya di Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Banten
mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam upaya
mempertahankan Banten sebagai salah satu pusat perdagangan di Indonesia, Sultan
Ageng Tirtayasa berani bersikap tegas terhadap persekutuan dagang Belanda (VOC)
yang berkedudukan di Batavia. Jarak antara Banten dan Batavia yang dekat
membuka peluang meletusnya konflik antara Banten dan Batavia.
Namun sikap
tegas Sultan Ageng tirtayasa tersebut tidak diteruskan oleh putranya, Sultan
Haji. Ia cenderung berkompromi dengan VOC. Perbedaan sikap tersebut memuncak
menjadi perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji.
Dalam perang
tersebut, Sultan Haji dibantu oleh VOC, akibatnya Sultan Ageng Tistayasa
terdesak dan kemudian tertangkap. Peristiwa kemenangan Sultan haji menandai
berakhirnya kejayaan Kerajaan Banten, karena setelah itu Banten berada di bawah
pengaruh VOC.
c.
Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
·
Raja pertama dan pendiri Kerajaan
Mataram adalah Sutawijaya. Setelah Sutawijaya meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Kerajaan Mataram, selanjutnya Sutawijaya bergelar panembahan
Senopati ing Sayidin Alogo Panatagama artinya kepala bala tentara dan pengatur
agama. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede)
kekuasaan diteruskan putranya Mas
Jolang.
·
Pada masa pemerintahan Mas Jolang
wilayah Mataram diperluas dengan mengadakan pendudukan terhadap daerah di
sekitarnya. Pada tahun 1612, Mas Jolang berhasil menguasai Gresik, Mas Jolang
wafat di desa Krapyak sehingga dikenal dengan sebutan Panembahan Seda ing
Krapyak.
·
Pengganti Mas Jolang adalah Raden
Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Mataram mencapai masa kejayaan. Tujuan pemerintahan
Sultan Agung adalah mempertahankan seluruh tanah Jawa dan mengusir orang-orang
Belanda di Batavia, sehingga di bawah pemerintahannya Belanda sulit menembus
daerah Mataram. Serangan Mataram untuk mengusir penjajah terjadi 2 kali yaitu
pada 1628 dan 1629.
·
Belanda dapat masuk wilayah Mataram
pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat I. Beliau bekerja sama dengan pihak
Belanda. Hal tersebut membuat ketidaksenangan rakyat Mataram sehingga
menimbulkan banyak pemberontakan. Namun semua dipadamkan karena Sunan
Amangkurat I dibantu oleh Belanda.
·
Wilayah kekuasaan Mataram menjadi semakin
sempit pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat II. Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar wilayah kekuasaanya diambil oleh belanda. Amangkurat II
mendirikan ibu kota baru di daerah Wonokerto yang kemudian dikenal dengan nama
Kartasura. Di daerah Kartasura Amangkurat II menjalankan pemerintahan di atas
sisa-sisa Kerajaan Mataram. Setelah Sunan Amangkurat II wafat,wilayah Mataram
terbagi menjadi dua melalui perjanjian Giyanti. Isi perjanjian Giyanti adalah
Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua, yaitu Daerah Kasultana Jogjakarta yang
diperintah oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Daerah Kasunanan Surakarta,
yang diperintah Susuhunan Paku Buwono I.
Mataram mengembangkan birokrasi dan struktur
pemerintahan yang teratur. Seluruh wilayah kekuasaan Mataram diatur dan dibagi
menjadi beberapa bagian sebagai berikut.
1. Kutagara
Kutagara
atau kutanegara, yaitu daerah keraton dan sekitarnya.
2. Negara agung
Negara
agung atau negari agung, yaitu daerah-daerah yang ada di sekitar kutagara.
Misalnya, daerah Kedu, Magelang, Pajang, dan Sukawati.
3. Mancanegara
Mancanegara
yaitu daerah di luar negara agung. Daerah ini meliputi mancanegara wetan
(timur), misalnya daerah Ponorogo dan sekitarnya, serta mancanegara won
(barat), misalnya daerah Banyumas dan sekitarnya.
4.
Pesisiran
Pesisiran
yaitu daerah yang ada di pesisir. Daerah ini juga terdapat daerah pesisir kulon
(barat), yakni Demak terus ke barat, dan pesisir wetan (timur), yakni Jepara
terus ke timur. Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang pertanian,
Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Seperti yang
dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter Franssen bahwa Jawa bagian
tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya adalah beras.
Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain
adalah kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasil palawija.
![]() |
|||
![]() |
2.
Kondisi
Sosial – Budaya Kerajaan Islam di Jawa
a. Kerajaan Demak
Kehidupan Sosial masyarakat Demak
jauh berbeda dengan kehidupan sosial pada masa Kerajaan Majapahit. Pada masa
kekuasaan kerajaan Demak, kehidupan sosial masyarakatnya diatur sesuai ajaran
islam. Namun, masih ada masyarakat yang menjalankan tradisi lama. Dengan
demikian muncullah kehidupan sosial masyarakat yang merupakan perpaduan antara
agama Islam dengan tradisi Hindu-Buddha.
Kehidupan budaya masyarakat Demak
dapat terlihat dari peninggalan-peninggalan Kerajaan Demak. Budaya Islam yang
baru masuk ke Indonesia berpadu sempurna dengan budaya asli masyarakat
setempat. Masjid Agung Demak adalah karya besar para wali yang menggunakan gaya
asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga dan memiliki pendapa. Di kompleks
masjid pada bagian belakang terdapat makam. Di tempat itu dimakamkan raja-raja
Demak dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat setempat.

b. Kerajaan Banten
Kehidupan masyarakat Banten yang
berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan
masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan
pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut banyak
yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan
Keling, perkampungan Pekojan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan
sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan
yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi),
Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Salah satu tinggalan kerajaan Banten
yang masih kokoh hingga saat ini adalah Masjid Agung Bnaten. Arsitek Masjid
Agung Banten tersebut adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang
beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti
benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
Masjid Banten

c. Kerajaan Mataram
Kehidupan
masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam
tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan
Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti
oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib,
naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang
pengadilan,dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan
peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
Di Mataram
dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan raja dan keturunannya,
para bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan masyarakat
bersifat feodal karena raja adalah pemilik tanah beserta seluruh isinya. Sultan
dikenal sebagai panatagama, yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Oleh
karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat hormat dan
patuh, serta hidup mengabdi pada sultan.
Bidang
kebudayaan juga maju pesat. Seni bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami
perkembangan. Kreasikreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan
gapura-gapura, serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang
terkenal adalah Tari Bedoyo Ketawang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan
unsur-unsur budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram
diselenggarakan perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad
saw, dengan membunyikan gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu. Kemudian
juga diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu
setiap tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan tanggal 12
Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara grebeg adalah mengarak
gunungan dari keraton ke depan masjid agung. Gunungan biasanya dibuat dari
berbagai makanan, kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara
grebeg merupakan sedekah sebagai rasa syukur dari raja kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan juga sebagai pembuktian kesetiaan para bupati dan punggawa kerajaan
kepada rajanya.
Sultan Agung
juga berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan
tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun
1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran
bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan
perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung
ini kemudian dikenal sebagai “tahun
Jawa”.


Kompleks
makam pendiri Mataram Islam di Kotagede
Masjid Kota Gede

3.
Kondisi
Perekonomian Kerajaan Islam di Jawa
a. Demak
Kehidupan perekonomian Kerajaan Demak berkembang pada
sektor perdagangan dan pertanian dengan lebih menitik beratkan pada sektor
perdagangan karena letak Kerajaan Demak yang sangat strategis, yaitu berada
pada jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan antara pengahasil
rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan Malaka sebagai pasar di
indonesia bagian barat. Demak merupakan pelabuhan transito (penghubung) yang
penting. Sebagai pusat perdagangan Demak memiliki pelabuhan-pelabuhan penting,
seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik. Bandar-bandar tersebut menjadi
penghubung daerah penghasil rempah-rempah dan pembelinya. Demak juga memiliki
penghasilan besar dari hasil pertaniannya yang cukup besar. Akibatnya,
perekonomian Demak berkembang degan pesat.
b. Banten
Kerajaan Banten yang letaknya di
ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis
karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah
Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai
dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup
aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan
di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti
lada.
Selain perdagangan kerajaan Banten
juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang
serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk
memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan
demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di
pesisir maupun di pedalaman.
Banten berkembang sebagai pusat
perdagangan dan penyebaran Islam di Jawa bagian barat dan sekitarnya. Ada
beberapa faktor yang mendukung perkembangan Kerajaan Banten menjadi pusat
perdagangan pada masa itu, antara lain:
·
Banten terletak di Teluk Banten dan
pelabuhan memiliki syarat sebagai pelabuhan yang baik untuk pelayaran dan
perdagangan.
·
Kedudukan Banten yang sangat
strategis yaitu di tepi selat Sunda. Aktivitas pelayaran dan perdagangan yang
melalui selat Sunda semakin bertambah ramai setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis.
·
Banten memiliki bahan ekspor penting
seperti lada, yang dapat menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi para pedagang.
·
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
menyebabkan para pedagang Islam mencari jalan baru dengan menyusuri pantai
barat Sumatra dan masuk ke Selat Sunda.
Faktor-faktor
itulah yang menyebabkan Bandar Banten menjadi maju dengan pesat dan banyak
dikunjungi pedagang dari Indonesia dan para pedagang asing. Mereka datang dari
Gujarat, Persia, Arab, Turki, Cina, Portugis, dan pedagang dari bangsa lain.
c. Mataram
-
Sebagai negara agraris,
Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai
di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk
(transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang
baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
-
Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan
politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian, ekonomi Mataram tidak
semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan
perdagangan.
![]() |

Tidak ada komentar:
Posting Komentar